Suku Dunia ~ Lahat adalah suku bangsa yang menetap terutama di Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan. Orang Lahat menyebut diri mereka jeme Lahat. Di kalangan masyarakat Lahat sendiri sebenarnya masih dikenal lagi pembagian kelompok masyarakatnya. Kelompok-kelompok masyarakat yang masih tergolong ke dalam kelompok Lahat tersebut adalah orang Lematang, Kikim, Pasemah, dan Lintang, sehingga dulu mereka sering juga disebut kelompok Lekipali.
Bahasa Lahat termasuk rumpun bahasa Melayu dengan dialek sendiri. Di antara kelompok-kelompok khusus yang disebut Lekipali tersebut juga berkembang dialek-dialek tersendiri yang berbeda satu sama lain. Dari perbedaan dialek tersebut mereka saling mengetahui asal lawan bicaranya.
Di Kabupaten Lahat, orang Lahat tersebar di beberapa kecamatan, dan disini mereka hidup berbaur dengan suku bangsa pendatang lainnya. Hal ini dimungkinkan, antara lain, karena kota kabupatennya, yaitu Kota Lahat, merupakan daerah lintas antarprovinsi di Sumatera Selatan. Selain itu, Kabupaten Lahat juga merupakan daerah penerima transmigrasi.
Pada tahun 1988 penduduk Kabupaten ini berjumlah 611.523 jiwa. Di dalam jumlah tersebut sudah termasuk anggota suku bangsa pendatang lainnya. Penduduk pendatang yang terbanyak adalah suku bangsa Jawa, yang terutama tersebar di lokasi Transmigrasi Tanjung Air, Tebing Tinggi, Tanjung Ning, Pirsus Sungai Berau, dan Pirsus Senabing.
Penduduk pendatang lainnya adalah orang Semendo yang berasal dari Kabupaten Muara Enim. Menurut cerita rakyat setempat, orang Semendo ini pada masa lampau merupakan keturunan orang Lahat yang merantau ke daerahnya yang sekarang. Di daerah kota Lahat juga banyak bermukim pendatang keturunan Cina.
Wilayah tempat tinggal orang Lahat sebagian besar bergunung-gunung dan berbukit-bukit. Di bagian barat dan selatan terdapat gugusan Pegunungan Bukit Barisan dengan puncaknya yang tertinggi Gunung Dempo (3.159 meter di atas permukaan laut). Di tanah yang relatif subur ini orang Lahat umumnya hidup dari bertani. Selain menanam padi, mereka juga menanam tanaman palawija dan sayur-sayuran. Hasil perkebunan rakyat yang juga berkembang di daerah ini adalah kopi, karet, cengkeh, kemiri, kelapa, dan kayu manis. Selain menangkap ikan di sungai-sungai, sebagian besar anggota masyarakat juga beternak ikan di kolam. Masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan sebagian ada yang mengembangkan mata pencaharian berdagang.
Prinsip keturunan orang Lahat bersifat patrilineal, artinya garis keturunan dihitung melalui kerabat laki-laki (pihak ayah). Sehubungan dengan prinsip keturunan ini, dalam masyarakat dikenal sistem pewarisan gelar-gelar yang diturunkan juga melalui garis laki-laki. Pada masyarakat dusun Tanjung Payang, yang termasuk salah satu dusun di kecamatan Kota Lahat, orang-orang yang berasal dari keturunan laki-laki dari nenek moyang yang pertama kali membuka areal persawahan dan dusun disebut Jurai Tue.
Jurai Tue di dusun ini ada dua orang, yaitu yang berasal dari keturunan nenek moyang dari Demak dan keturunan dari Majapahit. Kedudukan Jurai Tue dalam masyarakat dipandang sangat tinggi. Setiap kali masyarakat hendak memulai usaha yang menyangkut persawahan, mereka harus meminta ijin kepada jurai tue terlebih dahulu.
Desa atau dusun di Lahat dipimpin oleh kepala desa (rie). Selain berbagai kepala pemerintahan, seorang rie sekaligus bertindak sebagai kepala adat di desanya. Dalam melaksanakan tugasnya ia dibantu oleh tua-tua dusun, yaitu orang yang dituakan dalam kampung. Untuk memimpin dan mengawasi soal-soal yang menyangkut keagamaan terdapat penghulu atau khatib. Khusus untuk mengatur soal persawahan masyarakat diangkat seorang Ketua Ataran, yang bertugas mengawasi kegiatan masyarakat kampung dari masa penanaman, pemakaian air, sampai panen.
Orang Lahat kini adalah pemeluk Agama Islam. Walaupun demikian, sisa-sisa kepercayaan lama masih terlihat dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya mereka sampai sekarang masih menjalankan berbagai upacara adat. Dalam menjalankan berbagai upacara mereka selalu menggunakan cara-cara Islam yang tercampur dengan kepercayaan terhadap makhluk-makhluk halus, misalnya menyediakan sesajen atau membacakan mantera-mantera tertentu.
Di antara upacara adat yang terpenting adalah yang berkaitan dengan pengerjaan sawah, yang disebut Sedekah Rame. Tujuannya adalah agar padi yang ditanam selalu dilindungi oleh Tuhan YME dan banyak hasilnya. Dalam upacara ini terdapat tahapan-tahapan penting yang harus dilakukan, diantaranya meminta ijin kepada Jurai Tue, mengadakan pertemuan antara rie dan tua-tua kampung, memberikan sesajen berupa pembakaran kemenyan, pembacaan kisah puyang pertama yang membuka areal persawahan, pembacaan doa, makan bersama, serta menyelenggarakan upacara mubuh babak, yaitu mengeringkan dan membersihkan saluran air serta menangkap ikan.
Sumber : Ensiklopedi Suku Bangsa Di Indonesia oleh M. Junus Melalatoa