Suku Dunia ~ Berusu adalah salah satu kelompok orang Dayak yang merupakan penduduk asal di Provinsi Kalimantan Timur. Sebagian besar orang Berusu berdiam di Desa Sekatak Buji di Hulu Sungai Sekatak, dan sebagian kecil lainnya berdiam di desa-desa lain. Desa Sekatak Buji adalah salah satu dari 42 desa dalam wilayah Kecamatan Tanjung Palas, Kabupaten Bulungan. Desa ini dapat dicapai dengan perahu motor dari kota Tarakan sekitar dua jam, dan sekitar enam jam dari Tanjung Selor, ibu kota Kabupaten Bulungan.
Belum banyak informasi yang dapat diperoleh mengenai budaya dan hal lain tentang orang Berusu ini.Jumlah keseluruhan orang Berusu sekitar 4.000 jiwa. Dilihat dari ciri-ciri fisik ada kekhususannya dibanding dengan kelompok Dayak lainnya di Kalimantan Timur. Ukuran tubuhnya relatif pendek, yaitu berkisar sekitar 120-130 cm, kulit berwarna cokelat dan mata tidak sipit. Mereka memiliki bahasa sendiri yakni bahasa Berusu. Mata pencaharian hidupnya dari berladang dan menangkap ikan.
Yang seringkali menarik perhatian para pengamat adalah adat yang menyangkut hubungan antar jenis kelamin anggota masyarakat ini. Adat berpacaran antara muda-mudi disebut bertakit. Seorang perjaka mengunjungi pacarnya pada malam hari bisa langsung masuk ke kamar gadis itu. Adat dan pihak orang tua gadis memahami dan membenarkan kunjungan itu asalkan tidak ribut atau tidak mengganggu ketengan dalam rumah itu.
Kedua makhluk yang sedang memadu cinta itu atau saling mempelajari kepribadian masing-masing bisa berlangsung sampai menjelang subuh sebelum orang tua gadis itu bangun. Ada satu hal yang tidak boleh mereka lakukan, yaitu hubungan seks. Kalau itu sampai terjadi, sang gadis akan melaporkan kepada orang tuanya, dan perjaka itu akan didenda dengan 15 tempayan atau guci.
Apabila karena hubungan tadi terjadi kehamilan, dan mereka kebetulan tidak jadi kawin, maka anak yang lahir tadi dianggap anak yang sah dengan telah dibayarnya denda tadi. Kalau terjadi perkawinan maka pihak laki-laki tadi masih harus membayar mas kawin sebanyak 30 buah guci lagi.
Pada masa lalu, jadi atau gagalnya jodoh dari sepasang muda mudi masih tergantung kepada isyarat tertentu yang ditunjukkan oleh bunyi burung kepiyo. Burung itu adalah utusan dari Yadu Lawang atau Yang Maha Kuasa. Isyarat itu didengar dalam satu perjalanan menyusur sungai yang memang khusus untuk memastikan jodoh tadi. Upacara perkawinan biasanya merupakan upacara besar dalam masyarakat ini yang berlangsung satu sampai tiga hari.
Upacara yang terbesar dalam rangka daur hidup mereka adalah upacara kematian atau penguburan jenazah (erau). Setelah seseorang meninggal mayatnya disimpan dalam peti mati (lungun) yang diletakkan di atas pohon. Kalau biaya telah tersedia barulah diadakan upacara erau tadi, dan upacaranya bisa berlangsung antara dua sampai tujuh hari.
Sumber : Ensiklopedi Suku Bangsa Di Indonesia oleh M. Junus Melalatoa