Misteri YAHUDI Dalang KRISIS Ekonomi Global | Un1x Project | Krisis finansial global tengah melanda dunia. Berawal dari Amerika dan terus menjalar ke negara-negara Eropa, Asia, dan Afrika. Menurut Anda, mungkinkah ini bagian dari skenario konspirasi menuju The New World Order? Jika ya, mengapa justru yang banyak bangkrut malah perusahaan-perusahaan milik Yahudi seperti Lehman Brothers dan sebagainya. Dan apakah hal ini sudah direncanakan jauh-jauh hari sebelumnya?
Apa yang Anda amati tentang krisis keuangan global yang bermula dari AS juga sedang saya amati day per day, tentu saja dalam perspektif saya sendiri. Krisis ini sebenarnya bukan hal yang istimewa dan tidak terlalu mengejutkan, karena sistem ribawi yang menjadi tulang punggung ekonomi kapitalistis memang memiliki siklus seperti ini, yang kian lama kian parah, siklusnya mirip dengan bola salju. Karl Marx yang Yahudi pun di dalam Das Kapital telah meramalkan hal tersebut.
Hanya saja, satu pertanyaan yang mengganggu saya adalah fenomena krisis keuangan yang berawal di AS sekarang kok ya memiliki sejumlah kesamaan dengan krisis keuangan yang menimpa Asia Tenggara sepuluh tahun lalu. Kita tentu masih ingat bagaimana pasar keuangan Asia Tenggara di pertengahan tahun 1997 terpuruk gara-gara banyak pengusaha dan juga lembaga keuangan kesulitan likuiditas.
Sektor perbankan ambruk. Harga-harga menjulang tinggi. Rupiah mengalami inflasi yang tidak terperikan. Jika sebelum krisis sebuah sepeda motor bebek bisa didapat dengan harga 2,5 juta rupiah, setelah krisis harganya ‘ganti label’ jadi 10 jutaan rupiah per unitnya. Upaya pemerintah kita untuk menanggulangi krisis ini adalah dengan strategi bail-out alias menalangi. Pemerintah Indonesia segera pasang badan menjamin uang masyarakat yang disimpan di lembaga perbankan swasta nasional dan pemerintah juga menalangi hutang-hutang pengusaha swasta negeri ini dengan uang rakyat, Liem Soe Liong, Sjamsul Nursalim, dan komplotannya. Belakangan mereka ini mengemplang utang-utangnya. Mega skandal BLBI sampai detik ini masih saja belum tuntas.
Dengan bail-out, pemerintah sebenarnya menolong orang-orang kaya dan tidak perduli dengan sektor riil yang kebanyakan digerakkan oleh masyarakat menengah-bawah. Kita tentu sudah tahu dan turut pula merasakan dampak kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada rakyat kecil. Banyak BUMN dijual dengan harga diskon gila-gilaan. Dan gilanya, oleh pemerintah Megawati, para konglomerat perampok uang rakyat yang tersangkut mega-skandal BLBI malah dikasih pemutihan utang dengan “kebijakan” Release and Discard-nya (R&D).
Sampai dengan sekarang, Mega-Skandal BLBI masih saja berada diliputi kegelapan. Partai-partai politik yang ada di DPR yang mengaku reformis pun ternyata mengkhianati amanah rakyat dalam hal ini dengan tidak mendukung hak angket dalam masalah BLBI.
Apa yang terjadi pada tahun 1997-1998 tersebut ternyata terulang kembali. Kali ini berawal dari AS. Harga saham-saham perusahaan-perusahaan besar jatuh. Pemerintah Bush, seperti juga pemerintah kita, menggunakan strategi bail-out dengan meluncurkan US $700 miliar untuk menolong orang-orang kaya, para pengusaha Yahudi Amerika, agar bisa tetap eksis. Uang rakyat AS digunakan untuk membantu orang-orang kayanya, padahal banyak rakyat AS yang sekarang ini kena PHK dan kelaparan. Ratusan ribu jumlahnya.
Quote:
|
Hanya saja, satu pertanyaan yang mengganggu saya adalah fenomena krisis keuangan yang berawal di AS sekarang kok ya memiliki sejumlah kesamaan dengan krisis keuangan yang menimpa Asia Tenggara sepuluh tahun lalu. Kita tentu masih ingat bagaimana pasar keuangan Asia Tenggara di pertengahan tahun 1997 terpuruk gara-gara banyak pengusaha dan juga lembaga keuangan kesulitan likuiditas.
Sektor perbankan ambruk. Harga-harga menjulang tinggi. Rupiah mengalami inflasi yang tidak terperikan. Jika sebelum krisis sebuah sepeda motor bebek bisa didapat dengan harga 2,5 juta rupiah, setelah krisis harganya ‘ganti label’ jadi 10 jutaan rupiah per unitnya. Upaya pemerintah kita untuk menanggulangi krisis ini adalah dengan strategi bail-out alias menalangi. Pemerintah Indonesia segera pasang badan menjamin uang masyarakat yang disimpan di lembaga perbankan swasta nasional dan pemerintah juga menalangi hutang-hutang pengusaha swasta negeri ini dengan uang rakyat, Liem Soe Liong, Sjamsul Nursalim, dan komplotannya. Belakangan mereka ini mengemplang utang-utangnya. Mega skandal BLBI sampai detik ini masih saja belum tuntas.
Dengan bail-out, pemerintah sebenarnya menolong orang-orang kaya dan tidak perduli dengan sektor riil yang kebanyakan digerakkan oleh masyarakat menengah-bawah. Kita tentu sudah tahu dan turut pula merasakan dampak kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada rakyat kecil. Banyak BUMN dijual dengan harga diskon gila-gilaan. Dan gilanya, oleh pemerintah Megawati, para konglomerat perampok uang rakyat yang tersangkut mega-skandal BLBI malah dikasih pemutihan utang dengan “kebijakan” Release and Discard-nya (R&D).
Sampai dengan sekarang, Mega-Skandal BLBI masih saja berada diliputi kegelapan. Partai-partai politik yang ada di DPR yang mengaku reformis pun ternyata mengkhianati amanah rakyat dalam hal ini dengan tidak mendukung hak angket dalam masalah BLBI.
Apa yang terjadi pada tahun 1997-1998 tersebut ternyata terulang kembali. Kali ini berawal dari AS. Harga saham-saham perusahaan-perusahaan besar jatuh. Pemerintah Bush, seperti juga pemerintah kita, menggunakan strategi bail-out dengan meluncurkan US $700 miliar untuk menolong orang-orang kaya, para pengusaha Yahudi Amerika, agar bisa tetap eksis. Uang rakyat AS digunakan untuk membantu orang-orang kayanya, padahal banyak rakyat AS yang sekarang ini kena PHK dan kelaparan. Ratusan ribu jumlahnya.
Pengusaha Lehman Brothers tidak perlu cemas dengan kebangkrutannya karena akhirnya toh dibantu oleh Bush dengan bail-out tersebut. Dulu saat krisis 1997, Liem Sioe Liong pun tak pernah cemas karena ditalangi utang-utangnya oleh Suharto dengan pakai uang rakyat. Yang perlu cemas adalah para karyawannya, terlebih yang berada di lapisan bawah karena pasti kena PHK.
Dalam hal ini, kecemasan seorang pemerhati ekonomi Denny Daruri layak diperhatikan. Denny kuatir, uang yang sangat banyak, sejumlah US $700 miliar itu, jangan-jangan digunakan oleh pengusaha-pengusaha AS (Yahudi AS) untuk memborong saham-saham perusahaan-perusahaan dunia. Sehingga dengan dana besar yang sesungguhnya merupakan uang rakyat AS, para pengusaha Yahudi AS itu bisa menguasai perekonomian dunia lebih besar lagi di saat krisis. Jika ini yang terjadi, maka sangat masuk akal jika krisis ini memang telah diskenariokan untuk terjadi.
Quote:
|
Hari-hari ini tokoh-tokoh bangsa ini masih saja meributkan pilkada, pemilu, dan pilpres. Padahal bahaya yang sangat dahsyat bisa jadi sudah berada di depan pintu halaman rumah kita. Salah satu fakta tak terbantahkan, pasar uang Wallstreet tidak pernah melakukan suspend atau penutupan walau krisis mendera, tapi di bursa saham kita sempat menutup aktivitas selama berhari-hari. Istilah orang Betawi, orang lain baru demam, tapi kita sudah muntah darah.
Semua kejadian atau peristiwa-peristiwa besar dunia sudah dirancang oleh kekuatan-kekuatan Zionis Dunia agar tujuan mereka menciptakan Tata Dunia Baru (The New World Order) tercapai. Termasuk krisis keuangan yang sekarang berawal dari AS dan akan menyebar ke seluruh dunia ini.