Kisah Sadis Penganiayaan Yang Sempat Mengguncang Seluruh Dunia
Ketahuan -
pembunuhan
Jumat, Mei 09, 2014
18:56 WIB
Penyiksaan hampir secara universal telah dianggap sebagai pelanggaran berat hak asasi manusia, seperti dinyatakan Deklarasi Hak Asasi Manusia. Beberapa kisah penyiksaan berikut adalah kasus yang menyita perhatian dunia karena perbuatan yang terlampau keji diterima seorang manusia. Seperti apakah kisahnya? Nah, berikut kisah penganiayaan yang menggemparkan Dunia.
Sylvia Likens
Sylvia Likens (3 Januari 1949 - 26 Oktober 1965) adalah seorang gadis warga Amerika bagian Indiana yang menjadi korban penyiksaan sampai mati oleh Ibu Gertrude Baniszewski dan 7 anaknya ( 1.Paula Baniszewski 2.Stephanie Baniszewski 3.John Baniszewski Jr 4.Marie Baniszewski 5.Shirley Baniszewski 6.James Baniszewski 7.Dennis Lee Wright Jr.) tidak hanya keluarga tersebut, anak-anak muda di lingkungan keluarga Gertrude (Ricky Hobbs ,Coy Hubbard dll) juga ikut serta dalam penyiksaan terhadap gadis malang ini.
Orang tua Sylvia merupakan seorang pekerja sirkus karnaval sehingga sibuk untuk touring di beberapa kota. akhirnya mereka memutuskan untuk menitipkan Sylvia dan adiknya Jenny di keluarga Gertrude Baniszewski yang kebetulan Gertrude adalah seorang janda yang sedang mencari uang tambahan, dan mereka setuju untuk membayar 20$ per minggu.
Penyiksaan ini dimulai ketika orang tua mereka terlambat mengirimkan cek senilai 20$, dan ibu Gertrude pun kesal yang akhirnya mereka berdua dihukum dengan cara memecut punggung mereka, padahal keesokan harinya cek itu sudah tiba di tangan ibu Gertrude.
Pada hari-hari berikutnya Sylvia dituduh oleh Paula karena telah mencemarkan nama dia sebagai pelacur di sekolah mereka sehingga membuat ibu gertrude terpancing emosi untuk memukulnya dengan cara membiarkan Paula memukulnya di depan anak-anak Gertrude.
Sebelum Sylvia di bawa ke basement (ruang bawah tanah) tiba-tiba ibu asuh ini sangat emosi melihat Sylvia pulang bersama teman lelakinya . lalu ibu Gertrude menyuruhnya memasukan botol soda ke anusnya dan menyuruh John dan Coy untuk membawanya ke basement hingga ahirnya Sylvia pun pingsan karena dilempar dari lantai atas.
Selama di basement (Agustus-Oktober 1965), gadis malang ini melalui cobaan-cobaan yang sangat tragis dan kejam. anak-anak Gertrude selalu membawa teman-temanya ke basement dan juga menjadi ajang perkumpulan untuk menyiksa Sylvia dengan cara di sundut , di pukul pakai tongkat sapu, di tonjok, di tendang (macem-macem kekerasan deh) alhasil dia menerima sundutan rokok dan luka bakar jumlahnya lebih dari 100 selain itu ada lapisan kulit banyak terkelupas. tapi cedera yang sangat luar biasa adalah ditemukannya kata-kata dalam huruf balok yang telah dibakar (jarum panas) secara langsung ke perutnya "I'M A PROSTITUTE AND PROUD OF IT!" yang dilakukan oleh ibu Gertrude dan diteruskan oleh Ricky Hobbs
Ketika Stephanie Hobbs Baniszewski menyadari bahwa Sylvia tidak bernapas, Stephanie berusaha untuk memberikan Sylvia resusitasi (pernafasan dari mulut ke mulut), sebelum menyadari ternyata semua itu sia-sia.
Junko Furuta
Pada November 1988 silam, Publik Jepang Pernah digemparkan dengan kisah Gadis Junko Furuta (18) yang disiksa dan disekap oleh 4 pemuda (Hiroshi Miyano,Yuzuru Ogura, Nobuharu Minato, Yasushi Watanabe) selama 44 hari hingga ahirnya tewas. Sebenarnya kisah ini menjadi sorotan tajam masyarakat Jepang hingga saat ini, bahkan yang membuat geram, salah satu dari ke empat tersangkanya saat ini telah bebas. kisah yang memilukan ini telah di Filmkan 2 kali, dibuat dalam versi komik, dan Band bernama the Gazette membuat lagu berjudul Taion untuk mengenang gadis tersebut.
Kronologis
Hari 1 (22 November 1988) Terjadinya Penculikan
Dikurung sebagai tahanan rumah, dan dipaksa berpose sebagai pacar salah satu cowok, Diperkosa (lebih dari 400 kali totalnya), Dipaksa menelepon orangtuanya dan mengatakan kalau dia kabur dan situasi aman, Kelaparan dan kekurangan gizi, Diberi makan kecoak dan minum kencing, Dipaksa masturbasi, Dipaksa striptease didepan banyak orang, Dibakar dengan korek api, Memasukan macam-macam (dari yang kecil sampai yang besar yang tidak bisa dibayangkan) ke kemaluan dan anusnya
Hari 11 (1 Desember 1988)
Menderita luka pukulan keras yang tak terhitung berapa kali, Muka terluka karena jatuh dari tempat tinggi ke permukaan keras, Tangan diikat ke langit langit dan badannya digunakan sebagai samsak hidup sarana untuk ditinju, Hidungnya dipenuhi sangat banyak darah sehingga dia cuma bisa bernafas lewat mulut, Barbell dijatuhkan ke perutnya, Muntah darah ketika minum air (lambungnya tidak bisa menerima air itu), Mencoba kabur dan dihukum dengan sundutan rokok di tangan, Cairan seperti bensin dituang ke telapak kaki, dan betis hingga paha lalu dibakar, Botol dipaksa masuk ke anusnya, sampe masuk, menyebabkan luka.
Hari 20 (10 Desember 1989)
Tidak bisa jalan dengan baik karena luka bakar dikaki, Dipukuli dengan tongkat bambu, Petasan dimasukin ke anus, lalu disulut, Tangan di penyet (dipukul supaya gepeng) dengan sesuatu yang berat dan kukunya pecah, Dipukulin dengan tongkat dan bola golf, Memasukan rokok ke dalam kemaluannya, Dipukulin dengan tongkat besi, Saat itu musim dingin bersalju dengan suhu minus dia disuruh tidur di balkon, Tusuk sate dimasukin ke dalam kemaluannya dan anus menyebabkan pendarahan
Hari 30
Cairan lilin panas diteteskan ke mukanya, Lapisan mata dibakar korek api, Dadanya ditusuk-tusuk jarum. Pentil kiri dihancurkan dan dipotong dengan tang, Bola lampu panas dimasukin dikemaluannya, Luka berat di kemaluannya karena dimasukin gunting, Tidak bisa kencing dengan normal, Luka sangat parah hingga membutuhkan sejam untuk merangkak turun tangga saja untuk menggunakan kamar mandi, Gendang telinga rusak parah, Ukuran otak menciut teramat sangat banyak
Hari 40
Memohon sama para penyiksa untuk membunuhnya saja dan menyelesaikan penderitaannya.
1 January 1989
Junko tahun baruan sendirian, Tubuhnya dimutilasi, Tidak bisa bangun dari lantai (karena kakinya dimutilasi)
Hari ke 44
Para cowok itu menyiksa badannya yang termutilasi dengan barbell besi, dengan menggunakan alasan kalah main mahyong. Furuta mengalami pendarahan di hidung dan mulut. Mereka menyiram mukanya dan matanya dengan cairan lilin yang dibakar. Lalu cairan korek api dituang ke kaki tangan muka, perut dan dibakar. Penyiksaan akhir ini berlangsung sekitar 2 jam nonstop.
Junko Furuta meninggal pada hari itu juga dalam rasa nyeri sakit dan sendirian. Tidak ada yang bisa mengalahkan 44 hari penderitaan yang sudah dia alami.
Arie Hanggara
Pada November 1984 Publik Tanah Air pernah di gemparkan oleh cerita pilu seorang Anak berusia 8 Tahun bernama Arie Hanggara yang tewas setelah sekian lama dianiaya orang tuanya, Machtino dan Santi. Kisah Arie Hanggara sangat menyedot perhatian publik kala itu, masyarakat menjadi sangat geram dan berita-beritanya menjadi Headline pada Surat Kabar pada waktu itu Wajar kemudian ketika difilmkan, Arie Hanggara menjadi film juara satu untuk penonton terbanyak. Menurut data Perfin pada 1986, penonton Arie Hanggara sekira 382.708.
Film ini menceritakan tentang kisah nyata setelah warga Jakarta dihebohkan kasus meninggalnya seorang bocah 8 tahun bernama Arie Hanggara akibat penyiksaan orang tuanya. Media massa meliput penuh gempita kabar ini. Film ini berkisah tentang seorang penganggur kelas berat bernama Tino Ridwan (Deddy Mizwar). Sifatnya yang pemalas, tukang janji kelas kakap, dan pembuat anak yang kuat menyebabkan saudara dari pihak istrinya menggunjinginya sebagai pejantan yang hanya kuat membuat anak.
Karena tak punya kerjaan dan disertai dengan harga diri yang tinggi, sementara Jakarta meminta terlalu banyak, bersiteganglah si Tino dengan istrinya. Sang istri kembali ke Depok dan Tino menitipkan anak-anaknya ke rumah neneknya untuk kemudian diambil lagi sewaktu dia sudah hidup bersama dengan pacarnya, Santi (Joice Erna) secara kumpul kebo. Di rumah kontrakan kecil ini hiduplah lima orang manusia. Tino dan Santi serta tiga anak Tino dari istri pertamanya: Anggi (tertua), Arie, dan Andi (si kecil).
Tino sadar betul dengan profesinya sebagai penganggur. Dia pun sehabis mengantar istri ke kantor, dia melamar kerja di sana dan di sini. Tapi tidak dapat-dapat juga. Teman-teman dihubungi, tapi semuanya menolak. Padahal di rumah rokoknya terus mengebul dan omongannya juga besar.
Santi sudah mulai cerewet, kerja tidak didapatkan juga, anak-anak di rumah kian membandel saja. Oleh karena ini semua Tino selalu menetapkan aturan yang keras kepada anaknya. Apa saja harus diatur. Tapi Arie Hanggara, si anak kedua ini, selalu membandel dengan aturan ini. Wajah Yan Cherry Budiono yang memerankan Arie ini memang wajah memelas. Sosoknya pendiam. Tapi diamnya Arie adalah diam yang meresahkan Tino.
Tino sebetulnya sayang dengan anak ini. Santi demikian juga adanya. Namun Santi mulai cerewet dan menyindir-nyindir Tino atas kenakalan anak-anaknya. Lama-lama dia mulai jengkel, terutama kepada Arie. Mula-mula kalau semuanya berkumpul di meja makan malam hari, Tino sudah memperingati dan memaklumkan aturan supaya jangan nakal dan jangan nakal. Akan tetapi Arie Hanggara tetap membandel dengan aturan itu. Awalnya dipukuli, Arie masih mengaduh, tapi lama-lama anak ini menjadi adiktif dan seperti meminta untuk dihukum. Lantaran takut melanggar, Arie sering berbohong.
Di sekolah, Arie jadi pendiam, asosial, dan jadi senang mengincar dompet teman-temannya. Maka jadi bulan-bulananlah dia. Karena merasa sakit perilaku Arie sudah tak bisa diobati di sekolah SD Negeri, Tino pun berencana membawa si Arie ke pesanntren di Jawa Timur. Tapi sayang sebelum dia dibawa ke pesantren, dia harus melakukan kesalahan lagi. Tapi kali ini kesalahan kakaknya. Tapi Arie mengaku bahwa dialah yang melakukannya. Bahkan dia minta digantung saja atau tangan diikat saja supaya tak nakal lagi. Sementara Arie diikat, dua saudaranya yang lain memberinya makan diam-diam.
Tugas Arie di hari kedua sebelum kematian adalah membersihkan kamar mandi. Tapi Arie malas-malasan. Arie dipanggil. Arie maju ke hadapannya. Bergeraklah tangan si Tino penganggur ini ke pantat. Dihukumlah anak ini berdiri jongkok. Kakak dan adiknya melihat Arie yang terhuyung-huyung ngantuk sambil memeluk lutut di lantai menjalani hukuman yang mestinya tak boleh ditanggungnya. Ia tak boleh makan, adik dan kakaknyalah yang diam-diam memberinya biskuit. Tatkala mereka menawarkan diri memberi Arie minum, Arie menolak. Dan malapetaka itu pun terjadi.
Santi pada malam malapetaka dan besoknya Arie dan Tino akan berangkat ke Jatim itu masih manis menasehati Arie untuk minta maaf saja dengan Tino, ayahnya. Tapi Arie tak melakukannya, malah dibilangnya pada ibu tirinya itu, dia lebih baik dihukum terus saja. Maka menyambarlah tangan Santi yang mendorong Arie ke dinding. Tino berdiri dan menggampar pantat kecil anak malang ini sementara Santi duduk sambil menjahit di ruang makan. Mata Arie yang lebam kebiruan memandang sendu bapaknya. Tak tahan memandang mata anak itu, diambilnya tongkat sapu. Diganyangnya pantat itu dengan pukulan bertalu-talu. Menjeritlah Santi melihat ulah Tino. Anak ini tidak mau lagi menangis. Menatap bapaknya dengan sangat tajam, tapi raut wajah dingin yang mengerikan. Lalu dengan kesal dan kalap satu tamparan keras menghantam pipi kiri Arie dan terjungkallah ia ke lantai. Lalu Tino memberinya air minum. Arie tetap di dekat tembok menjalani hukuman. Mereka sempat pelukan dan suara Tino sudah mengendur. Mungkin capek menghadapi sikap Arie yang dingin, patuh, tapi kepatuhan yang melawan. Dan Arie minta minum lagi. Tapi Tino mengancam, setelah dia diberi minum, tidak boleh lagi minum tanpa seizinnya. Arie pun dengan datar berjanji untuk tak minum lagi.
Mungkin karena jiwa anak ini sudah mau bunuh diri di tangan ayahnya sendiri, dia melanggar lagi sabda si penganggur ini. Dia mengambil air minum, tapi gesekan gelasnya didengar oleh Tino. Tino bangun dan lupa bahwa mereka besok mau ke pesantren. Dia kalap. Arie, anak malang ini, harus menjadi santapan kemarahan jam dua dini hari itu. Namun tak ada teriakan. Tak ada rintihan. Tak ada apapun keluar dari mulut anak yang sudah mencium bau kematian sejak 6 November ini yang bahkan satu jam sebelum kematiannya dia sudah berpesan kepada dua saudaranya bahwa ia akan pergi dengan sangat jauh. Arie terjatuh di lantai. Paniknya Tino dan Santi subuh itu melihat anak itu dan membawanya ke RS dalam kondisi yang sebetulnya sudah tak bernyawa.
Ada raut sesal berkecamuk di hati Tino. Matanya bersimbah air mata melihat Arie terbujur kaku di atas ranjang roda berkain putih yang ditarik perawat putih-putih menuju dunia putihnya. Tapi apa boleh buat. Arie sudah tiada. Arie, si anak malang yang sudah mencium bau kematiannya itu meninggal di dinding penghukumannya. Lalu koran-koran ibukota terbit sore pun menulis dengan besar di halaman depan kematian tragis bocah malang Arie Hanggara. Arie adalah korban dari perceraian orang tuanya.
sumber: http://unik-aneh-seru.blogspot.com/
Artikel Lainnya